Mengubah Paradigma Berpikir Tentang Hutan
Hampir dua bulan
bencana kemanusiaan akibat kabut asap melanda Indonesia. Beberapa wilayah di
Sumatera dan Kalimantan paling parah mengalami kebakaran hutan dan kabut asap.
Bencana ini berdampak kepada kerugian ekonomi, kesehatan dan lingkungan.
Kajian yang dipublikasikan dalam jurnal Science oleh
Matthew C. Hansen (2013) peneliti dari University of Mary Land
mengatakan, kerusakan hutan Indonesia setiap tahun mencapai dua juta hektar.
Sepanjang tahun 2001-2013 Indonesia telah kehilangan hutan sebanyak 15,8 juta
hektar.
Laju
kebakaran hutan yang terjadi secara massif memberikan dampak negatif bagi
masyarakat dan lingkungan alam di Indonesia. Menurut catatan Kementerian
Kesehatan, sebanyak 425.377 orang terkena penyakit infeksi saluran pernapasan
sejak Juni-Oktober. Tak hanya itu,
kelestarian flora dan fauna juga terancam punah. Hewan endemik makin
terancam akibat kebakaran hutan, misalnya lutung jawa, burung merak, macan
tutul, elang jawa, harimau sumatera, dan gajah sumatera.
Situasi
seperti ini jelas tak diinginkan oleh kita semua. Negara harus hadir untuk
rakyat guna mengatasi penderitaan berkepanjangan itu. Jeritan saudara sebangsa
dan setanah air di Jambi, Pekanbaru, Palembang, Palangkaraya, Aceh yang tersebar
luas di media merupakan jeritan yang harus di dengar oleh pemerintah dan kita
semua.
Sebagaimana
termaktub dalam UUD 1945, pemerintah diberikan amanat untuk menjaga dan
melindungi kekayaan alam demi kemakmuran rakyat. Tetapi pemerintah belum bertindak secara efektif dan efisien
untuk menjagadan mengatasi kebakaran
hutan ini. Padahal bencana alam ini sudah bisa dikategorikan bencana nasional.
Apabila dibiarkan akan berdampak buruk bagi Indonesia di mata global.
Pembakaran
hutan yang kerap kali berulang membuat hati miris. Kabut asap yang timbul
menjadi petaka bagi masyarakat sekitar. Kebakaran hutan ini sudah menjadi
egenda rutin tahunan. Bencana ini selain faktor alam, kebakaran hutan juga
karena sengaja dibakar oleh beberapa perusahaan dan warga yang ingin memperluas
perkebunannya.
Dalam
kasus pembakaran hutan yang terjadi saat ini, Polri telah menetapkan 12 perusahaan dan 209 perseorangan ditetapkan
sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan di kawasan tersebut (www.sindonews.com).
Penetapan ini tentunya belum final, karena tidak tertutup kemungkinan akan
ditetapkan tersangka baru.
Alasan pembukaan lahan dengan
paradigma lama masih menjadi alasan utama pelaku pembakaran. Ambisi untuk
mendapatkan puing-puing ekonomi dari hutan tanpa memikirkan akibat yang
ditimbulkannya seperti rusaknya lapisan ozon dan pemanasan global.
Kampanye negatif pembakaran hutan
perlu disuarakan. Kampanye ini diharapkan agar masyarakat sadar akan dampak
yang ditimbulkannya. Selain itu, hal yang paling mendasar yang harus dilakukan
adalah mengubah paradigma berpikir
manusia yang memandang hutan untuk dikusai dan diekploitasi.
Membentuk
paradigma baru yaitu sikap bersahabat dengan alam dan lingkungan merupakan
uapaya menanggulangi bencana. Sikap peduli kepada alam adalah langkah awal
untuk menanggulangi kerusakan hutan. Melalui sikap bersahabat dengan alam,
manusia bisa menjauhkan diri dari sikap egoisme yang menganggap kekayaan alam
sebagai susu perah yang akan memuaskan dahaga kerakusannya.
Penulis adalah Zainuddin Mahasiswa
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Post a Comment