Quo Vadis Sumpah Pemuda
Tepat pada tanggal 28 Oktober bangsa Indonesia kembali
diingatkan akan sebuah peristiwa bersejarah. Peristiwa itu merupakan ikrar suci
para pemuda dari seluruh penjuru negeri. Janji suci itu tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928. Peristiwa bersejarah itu merupakan
sebuah komitmen para pemuda di masa silam untuk bersatu mengusir para penjajah.
Gerakan pemuda tanggal 28 Oktober merupakan transformasi dari gerakan
para pemuda sebelumnya yang masih berjuang atas nama daerah masing-masing.
Dalam sejarah kita mengenal gerakan kepemudaan seperti Jong Java, Jong
Celebes, Jong Sumatranen Bond dan Jong Ambon yang bersatu padu menyatukan
daerahnya masing-masing. Kemudian pada 1928 menjadi titik kulminasi kebangkitan
rakyat melawan penjajah yang diinisiasi pemuda yang terkenal sebutan Sumpah
Pemuda.
Setelah Indonesia merdeka kiprah pemuda
semakin giat menggelora. Runtuhnya orde lama pada tahun 1966 merupakan
perjuangan pemuda untuk mengembalikan hak-hak rakyat. Gelombang besar kiprah
pemuda selanjutnya turun ke jalan untuk melengserkan rezim otoriter Soeharto.
Perjuangan panjang itu mencapai klimaks pada 21 Mei 1998 dengan mengundurkan
dirinya Soeharto dari tampuk kekuasaan.
Kini,
87 tahun telah berlalu, jika kita membandingkan ekssistensi pemuda dulu dengan
sekarang. Pemuda saat ini merujuk data BPS berjumlah 62,4 juta orang masih banyak yang belum menyadari
keberadaannya. Terlalu banyak pemuda kita yang bersikap hedonis, pragmatis,
apatis dan banyak wacana tanpa aksi.
Tak jarang kita jumpai perilaku
menyimpang pemuda. Perilaku yang tak mencerminkan karakter seorang pemuda.
Perilaku destruktif yang bertolak belakang dengan nilai-nilai Sumpah Pemuda
sebagai agent of change. Perilaku a-normal ini bisa kita saksikan di media
massa, baik elektronik dan cetak. Tak jarang kasus pencurian,pemerkosaan,
pembunuhan, dan narkoba yang aktor utamanya adalah pemuda.
Di tambah lagi peliknya persoalan bangsa yag tak kunjung selesai. Dalam
bidang ekonomi, produksi barang Indonesia bergelimangan impor dari luar negeri.
Semangat untuk menghasilkan barang lokal sangat minim. Tak hanya itu, dalam
bidang politik, demokrasi yang berasaskan musyawarah dan mufakat seolah
terkikis oleh gaya demokrasi barat yang liberal.
Selanjutnya, dalam bidang kebudayaan arus westernisasi membuat
kebudayaan kita luntur. Semua seolah berkiblat ke Barat dan melupakan budaya
yang tersebar di senandung nusantara. Namun, peran pemuda yang di harapkan tak
kunjung terlihat. Pertanyaan yang timbul kemudian, di mana peran pemuda saat
ini?
Berpijak dalam pusaran sejarah, perjalanan
bangsa tak lepas dari peran anak muda. Hal itu karena perannya yang sangat
vital dalam menentukan arah bangsa ke depan. Kesadaran bahwa mereka yang hidup
hari ini akan menentukan nasib bangsa dan generasi yang akan datang jangan
hanya menjadi semboyan belaka.
Sumpah pemuda merupakan momentum yang tepat
kepada generasi muda untuk menunjukkan kiprahnya. Indonesia butuh pemuda yang
menggerakkan dan memberi inspirasi untuk perubahan. Peliknya persoalan bangsa
dan dinamika politik yang ruwet akan teratasi dengan semangat Sumpah Pemuda.
**Penulis adalah mahasiswa UIN Jakarta, kader
HMI, dan reporter kampus LPM Institut UIN Jakarta.
Post a Comment