Biang Korupsi itu DPR dan Parpol
Tindak pidana korupsi
seolah mata rantai yang tak pernah putus dari partai politik dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Tiap kali ada penetapan tersangka dugaan suap dan
korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pelakunya tak jauh dari DPR
dan Partai Politik. Parpol dan DPR seolah tak bisa dipisahkan dari isu
korupsi?
Semua kalangan
terkejut, ketika KPK menetapkan Sekretaris Jendral (Sekjen) Partai Nasional
Demokrat (Nasdem) Patrice Rio Capella sebagai tersangka. Patrice diduga
menerima suap dari Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho tersangka kasus
korupsi dan penyalahgunaan dana bantuan sosial APBD Provinsi Sumatera Utara.
Tak berapa lama
berselang, KPK kembali menunjukkan taringnya dengan melakukan Operasi Tangkap
Tangan terhadap politisi partai Hati
Nurani Rakyat (Hanura), Dewie Yasin Limpo. Kali ini Sekretaris Fraksi Hanura
itu diduga menerima suap untuk mengamankan proyek pembangkit listrik tenaga
mikrohidro di Kabupaten Deiyai, Papua.
Menarik untuk diteliti,
Patrice dan Yasin merupakan Anggota DPR dari partai yang relatif baru. Partai
Hanura sudah dua kali mengikuti Pemilu pada 2004 dan 2009, sedangkan Partai
Nasdem baru pertama kali yaitu Pilpres tahun 2014 lalu. Ditambah lagi pada
Pemilu lalu, kedua partai itu begitu vokal meneriakkan gagasan anti korupsi.
Selain itu, kedua
tersangka merupakan orang yang memegang jabatan strategis dalam partai politik
masing-masing. Kejadian ini seolah memperkuat stigma bahwa partai politik
adalah sarang korupsi. Tak peduli partai yang sudah tua atau muda, semuanya
banyak melahirkan para koruptor di negeri ini.
Komitmen anti korupsi
yang dibangun oleh partai baru tak mampu
membunuh virus korupsi yang sudah menjangkit di dalam tubuh Parpol.
Kampanye berapi-api yang dikumandangkan bak tong kosong nyaring tanpa isi.
Kampanye itu bertolak belakang dari realitas perilaku politisi partai baru. Tak
ada garansi jaminan baik partai baru atau lama bebas dari perilaku korupsi.
Penulis ingin mengajak
pembaca untuk plash back memori kita
terhadap Parpol dan anggota DPR yang juga jadi mangsa empuk KPK. Pengalaman
pahit yang menimpa Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu 2004 dan 2009
akibat beberapa orang elit partai menjadi tersangka korupsi. Beberapa kader
mulai dari Ketua Umum, Bendahara, Wakil Sekjen, dan Pimpinan komisi IX DPR di
Senayan dibekuk KPK dan ditempatkan di
balik jeruji besi.
Slogan “Katakan tidak
pada korupsi” menjadi bumerang bagi partai sendiri. Ungkapan seremonial dan
pencitraan untuk mendulang dukungan rakyat menjadi senjata makan tuan. Akibat
perilaku elit partai yang kontra produktif dengan gaungan yang mereka
teriakkan, partai Demokrat terjerembat ke posisi empat dari awalnya sebagai
pemenang pemilu.
Tak jauh beda,
pengalaman pahit juga menimpa partai agamis, Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Presiden PKS, Ustadz KH. Luthfi Hassan Ishaq berakhir dikurungan penjara karena
terbukti menerima suap dari para pengusaha dalam rangka memengaruhi kebijakan
kuota impor daging sapi di Kementrian Pertanian. Sang ustads lulusan Mesir
tersebut layaknya aktor Hollywood begitu lihai memainkan peran dalam mengatur
daging, sehingga produksi daging mahal dan langka ketika itu.
Sang Presiden PKS yang
juga anggota DPR periode 2009-2014 telah mencoreng arang di muka PKS dengan
semboyan “Bersih dan peduli”. Selain itu, mata publik telah terbuka, baik
partai nasionalis mau pun partai agamis sama-sama menjual slogan murahan dan
faktanya terjangkit virus korupsi jua.
Maraknya kasus korupsi
yang melibatkan partai parpol dan DPR mengakibatkan citra mereka dianggap buruk
oleh publik. Menurut lembaga survei Tranparancy International Indonesia, parpol
dan DPR masih memegang predikat sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Hal ini
tentunya posisi yang bertolak belakang dari cita-cita Reformasi.
Reformasi
Total Partai Politik
Penulis mengakui bahwa
partai-partai yang berdiri di awal era Reformasi adalah parpol yang mempunyai
komitmen untuk perubahan Indonesia yang lebih baik. Partai politik juga
berperan penting dalam proses transisi demokrasi hingga saat ini. Bahkan,
bersama rakyat, parpol juga merupakan salah satu pilar demokrasi.
Namun, komitmen awal
yang dibangun seolah luntur oleh derasnya arus korupsi yang terjadi belakangan
ini. Cita-cita Reformasi sejak awal seolah kehilangan esensinya. Para politisi
terjebak dalam kerakusan untuk
memperluas otoritas mereka. Para politisi di DPR saat ini mempunyai otoritas
besar. Selain sebagai legislasi, pengawasan, dan anggaran. Anggota DPR juga
berfungsi sebagai tim penyeleksi pejabat publik, dan lembaga negara.
Komitmen para personal
politisi kita juga perlu dipertanyakan. Hal itu dikarenakan sebagian mereka
masuk ke senayan bukan ingin mengabdi kepada rakyat, bangsa dan negara.
Tetapi jalan pintas mengejar popularitas
dihadapan publik, mencari penghormatan secara sosial, dan memungut limpah ruah
kekayaan dalam bidang ekonomi.
Hemat penulis ke depan partai
politik perlu melakukan Reformasi secara menyeluruh. Hal ini bukan hanya semata
untuk demokratisasi internal partai. Tetapi lebih untuk mengembalikan parpol
dan politisi ke ideologi dan komitmennya sejak awal. Ideologi partai
masing-masing yang sejatinya memiliki nilai-nilai kemanusiaan, kebangsaan dan
keindonesiaan demi kemajuan.
Para elit partai
politik harus kolektif dalam memilih kader ke depan. Selain itu, kader yang
masih ada saat ini perlu kembali disegarkan ingatannnya kepada tujuan partai. Hal itu dilakukan agar
di DPR bukan didominasi para pemburu rente rupiah yang tak punya hati. Semoga
elit partai dan DPR membuka hati dan menyadari bahwa korupsi akan membuat malu
keluarga, partai dan tentunya melukai hati jutaan rakyat Indonesia.
Casinos Near Me - Casino - Mapyro
BalasHapusA map showing casinos and 이천 출장안마 other gaming facilities located near Casinos in 영주 출장안마 New Jersey, Pennsylvania, Indiana, Michigan and West Virginia. You'll find 광주 출장샵 the 원주 출장샵 following 포항 출장샵